Senin, 14 Mei 2012

Teknik Pembibitan Kelapa Sawit


I. PENDAHULUAN
1.1. Kelapa Sawit
           Kelapa sawit adalah tanaman komoditas utama perkebunan Indonesia, di- karenakan nilai ekonomi yang tinggi dan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati terbanyak diantara tanaman penghasil minyak nabati yang lainnya (kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak nabati sebanyak 6 ton/ha, sedangkan tanaman yang lainnya hanya menghasilkan minyak nabati sebanyak 4-4,5 ton/ha (Sunarko, 2007).
     Para ahli telah membuat satu bagan yang menggambarkan multi guna kelapa
sawit dengam membuat “pohon industri kelapa sawit,” berdasarkan bagan industri dari produk hulu kelapa sawit dapat menghasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut ; 1) Minyak sawit (CPO) yang menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin, soap stok, dan free fatty acid, ; 2) Inti sawit menghasilkan minyak pati dan bungkil, ; 3) Tempurung menghasilkan arang dan bahan baku, ; 4) Serat menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa, ; 5) Tandan kosong digunakan sebagai sumber selulosa dan pupuk kompos, ; 6) Sludge digunakan sebagai komponen makanan ternak (Setyamidjaja, 2006).                                                                             
    Menurut Steqo (2010), benih unggul yang dihasilkan dari tahapan pemuliaan
memiliki beberapa kelas yaitu: Benih Penjenis (breeder seed), adalah material pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh peneliti. Benih ini digunakan sebagai benih dasar, Benih Dasar (foundation seed), adalah hasil turunan pertama dari benih penjenis. Identitas genetik maupun kemurniannya dijaga baik. Benih ini merupakan sumber dari semua benih sebar, dan yang teakhir adalah Benih Sebar, yaitu benih turunan dari benih dasar dan benih pokok yang langsung digunakan petani untuk dibudidayakan, untuk menghasilkan benih yang bersertifikat atau benih sebar yang terjamin mutunya, baik genetik maupun kemurniannya, pemerintah telah menentukan ketentuan pokok Benih sebar varietas tertentu selanjutnya akan digunakan sebagai bibit.
            Prenursery merupakan tahapan pertama sebelum main nursery. Pada tahap ini dilakukan dua tahap yaitu seleksi pertama dan seleksi kedua. Seleksi pertama dilakukan saat tanaman kelapa sawit berumur 2-4 minggu setelah tanam. Tanam seleksi yang kedua dilakukan saat tanaman kelapa sawit sesaat sebelum dipindahkan ke largebag (Tahap Main Nursery) yaitu pada umur 3-3,5 bulan. Pada tahap ini tanaman kelapa sawit yang abnormal, mati/rusak saat perngangkutan dan kelainan genetik harus dimusnahkan.
           
1.2. Tujuan  Praktek Lapang
            Adapun tujuan pelaksanaan Praktek Lapang ini antara lain:
a.    Menggambarkan sistem pembibitan kelapa sawit prenursery dan main nursery.
b.    Mempelajari perawatan bibit kelapa sawit.

1.3. Manfaat Praktek Lapang
            Adapun manfaat praktek lapang antara lain:
a.    Sebagai pengalaman mengikuti sistem pembibitan kelapa sawit
b.    Mengetahui jenis kelapa sawit yang mempunyai kualitas tinggi.
c.    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian  dan Peternakan









II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Kelapa Sawit
2.1.1. Kecambah
            Kelapa sawit berkembang biak dengan bijji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut : 1) Kulit buah yang licin dan keras (epicarp). 2) Daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak. 3) Kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp). 4) Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak. 5) Lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah : 1) Arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2009).
            Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil, kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk berubah menjadi organisme yang mampu memfotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah secara sempurna (Sunarko, 2007).

2.1.2. Akar 
            Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari family Araceae ini memiliki akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang ke bawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang. Akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh di seluruh pangkal batang hingga 50 cm di atas permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).
            Jika dirawat dengan baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap penyakit pangkal batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman terhadap unsur hara oleh tanaman melalui akar (Sunarko, 2009 dan Pahan, 2009).

2.1.3. Batang dan Daun
            Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar terlepas, meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak  berwarna hitam beruas.
            Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ujung pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2009).



2.1.4. Bunga dan Buah
            Kelapa sawit yang berumur tiga tahun  sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan terbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat.  Kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (croos pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan serangga penyerbuk (Sunarko, 2009).
            Perbandingan bunga betina dan bunga jantan sangat dipengaruhi oleh pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk atau kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio  mulai terbentuk  24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga (primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko, 2009).
            Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens). Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini menandakan bahwa kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya perintah panen diberikan berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1-2 buah per kg tandan (Sunarko, 2007).

2.2. Jenis Kelapa Sawit
            Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut : ) Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%, 3) Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23-25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).

2.3. Klasifikasi Kelapa Sawit
            Menurut Pahan (2009), Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Embryophita Siphonagama, Kelas: Angiospermae, Ordo: Monocotyledonae, Famili: Arecaceae, Subfamily: Cocoideae, Genus: Elaesis, Species: 1. E.guineensis Jacq, 2. E.oleifera, 3. E.odora. (Pahan, 2009)

2.4. Pembibitan
            Pembibitan dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu tahap berarti kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polibag besar atau langsung di pembibitan utama (main nursery). Pebibitan dua tahap artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (prenursery) terlebih dahulu menggunakan polibag kecil serta naungan, kemudian dipindahkan ke main nursery  ketika berumur 3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar (Dalimunthe, 2009).
            Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Jika menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil.  Jika menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain itu, proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).


2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)
            Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam dan dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan selama 2-3 bulan, sedangkan pembibitan main nursery selama 10-12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12-14 bulan (3 bulan di prenursery dan 9-11 bulan di main nursery) (Sunarko, 2009).
A.      Persyaratan Lokasi
            Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 30 sehingga pembuatan bedengan prenursery nantinya akan rata. Bagian atas bedengan sebaiknya memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar prenursery untuk mencegah hewan pengganggu masuk dan merusak pembibitan. Lokasi sebaiknya dekat dengan sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak mengandung kapur (pH netral). Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil yang cukup untuk mengisi babybag (polibag kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan yang mudah dijangkau (Fauzi, 2007).
B.       Pemesanan Kecambah
Seleksi dilakukan dengan memilih penggunaan kecambah yang baik dan dapat mencukupi kebutuhan. Satu hektar lahan tanaman dengan populasi 143 pohon membutuhkan kecambah 220 biji dengan asumsi kecambah yang mati dan abnormal sekitar 25%  untuk kebutuhan penyulaman sekitar 10%. Waktu pemesanan kecambah diatur agar kecambah sudah tertanam di babybag prenursery  13-14 bulan sebelum penanaman di lapangan (Steko, 2010).
Polibag kecil yang digunakan sebaiknya berwarna hitam, jika terpaksa bisa menggunakan polibag kecil berwarna putih. Polibag berukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal 0,14 cm. Selain itu, bisa juga menggunakan babybag hitam dengan ukuran14 x 22 x 0,07 cm (200 lembar/kg) media tanam yang digunakan berupa campuran topsoil dan kompos dengan perbandingan 6:1 atau campuran pasir, pupuk kandang, dan topsoil  dengan komposisi 1:1:3.  Bedengan pembibitan prenursery dibuat dengan panjang 10 meter dan lebar 1,2 meter. Tinggi bedengan berkisar 0,1-0,15 meter dengan jarak antar bedengan 0,8 meter. Satu petak prenursery tanki siram 1.000 liter dapat mencukupi penyiraman 700-800 babybag kecambah (Subiantoro, 2003).
C.   Penanaman Kecambah
            Letakkan kecambah di tempat yang teduh, kemudian segera tanam ke dalam baybag. Kecambah hanya dapat bertahan 3-5 hari di tempat penghasil kecambah. Dua hari menjelang penanaman kecambah, media tanam yang berada di dalam babybag harus disiram setiap pagi. Gemburkan permukaan media dengan jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian buat lubang untuk meletakkan kecambah. Masukkan kecambah sedalam 1,5-2 cm di bawah permukaan tanah, lalu ratakan kembali hingga menutup kecambah tersebut. Bagian bakal akar (radikula) yang berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus mengarah ke bawah dan bakal daun (plumula) yang bentuknya agak tajam dan berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro, 2003).
D.   Naungan
            Naungan atau pelindung bisa berupa pohon hidup atau naungan buatan yang terbuat dari daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua meter (depan belakang sama) dan jarak antar tiang tiga meter. Naungan dipertahankan hingga kecambah berdaun 2-3 helai. Setelah itu, naungan berangsur-angsur dikurangi dari arah timur agar sinar matahari pagi bisa lebih banyak masuk ke bedengan. Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan jangan semapai terlambat karena dapat mengahambat pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika pengurangan terlalu cepat maka akan menyebabkan tanaman stress. Pengurangan naungan dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu (Sunarko, 2009).
E.        Penyiraman dan penyiangan
Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur, yakni pada pagi hari saat pukul 06.00-10.30 dan sore hari dimulai pukul 15.00. Volume air yang disiramkan sekitar 0,25-0,5 liter per bibit. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang tumbuh di babybag menggunakan tangan. Penyiangan sebaiknya dilaksanakan dua minggu sekali. Rumput dikumpulkan di antara bedengan agar kering terkena sinar matahari (Sunarko, 2009).
F.  Pemupukan
Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupk N dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara disemprot pada bibit berumur lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga helai daun. Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu sekali (Sunarko, 2009).
G.   Proteksi dan Seleksi
Serangan hama dan penyakit selama di prenursery  biasanya belum ada. Jika ada, dapat diberantas dengan diambil  menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida yang banyak dijual di pasaran, seperti Dithane, Sevin, dan Anthio dengan dosis sesuai yang dianjurkan (Sunarko, 2009).
Seleksi dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke main nursery.  Seleksi bibit di prenursery bertujuan untuk mencari bibit yang menyimpang. Bibit menyimpang dapat diakibatkan oleh faktor genetis, kerusakan mekanis, serangan hama dan penyakit, serta kesalahan kultur teknis. Saat berumur tiga bulan, bibit kelapa sawit yang normal biasanya berdaun 3-4 helai dan telah sempurna bentuknya. Pengurangan bibit sejak kecambah diterima hingga dipindahkan ke main nursery dapat mencapai 12% atau lebih. Bibit yang mati terlebih dahulu harus dikeluarkan, kemudian bibit yang tidak normal harus dimusnahkan. Ciri bibit kelapa sawit tidak normal sebagai berikut.
1.    Anak daun sempit dan memanjang seperti daun lalang (narrow leaves)
2.    Anak daunnya bergulung kearah longitudinal (rolled leaves)
3.    Pertumbuhan bibit memanjang (erreted), terputar (twisted shoot), tumbuh kerdil, lemah, dan lambat (insufficient growth, dwarfish)
4.    Daunnya kusut (crinkled), anak daun tidak mengembang, membulat, dan menguncup (collante)
5.    Rusak karena serangan penyakit tajuk (crown disease)
Pertumbuhan bibit yang tidak normal juga terjadi karena kesalahan kultur teknis. Berikut beberapa kesalahan teknis penanaman yang menyebabkan bibit tumbuh abnormal (Sunarko, 2009).
1.    Penanaman kecambah terbalik, bakal daun ditanam ke arah bawah.
2.    Kecambah ditanam terlalu dalam sehingga pertumbuhan terlambat atau terlalu dangkal sehingga akar menggantung.
3.    Tanah mengandung bebatuan (tidak disaring), sehingga menggangu akar
4.    Tanah terlalu basah, karena air tidak terbuang dari kantong plastik atau penyiraman tidak sempurna (terlalu keras dan banyak atau terlalu sedikit).
H.   Pengangkutan Bibit
Pengangkutan atau pengiriman bibit dari dari prenursery ke main nursery dengan memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran 66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu dapat memuat 35 bibit. Pengangkutan harus berhati-hati dan bibit harus segera ditanam di main nursery (Sunarko, 2009).

2.4.2. Main Nursery
A.   Penentuan Lokasi
            Lokasi sebaiknya dekat atau berada di pinggir jalan besar, agar pengangkutan bibit dan pengawasannya lebih mudah. Lokasi harus bebas genangan atau banjir dan dekat dengan sumber air untuk penyiraman. Debit dan mutu air yang tersedia harus baik. Areal pembibitan sebisa mungkin rata atau memiliki kemiringan maksimum 5%, tempat terbuka atau tanah lapang dan lapisan tahah topsoil  cukup tebal. Letak lokasi main nursery  dekat dengan area yang ditanam dan harus jauh dari sumber hama dan penyakit (Sunarko, 2009).
B.   Luas, Lay Out, dan Pancang
            Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50-60 hektar lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat berat, sekaligus untuk mengambil topsoil, tentukan dan buat jaringan jalan, parit, dan saluran pembuangan air (drainase). Buat lay out petak atau bedengan memanjang dengan arah timur ke barat. Ukuran panjang dam lebarnya disesuaikan dengan kondisi  lapangan dan jaringan irigasinya (Sunarko, 2009).
C.       Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi diperlukan sebagai sarana pengairan untuk menyiram bibit di main nursery. Alat dan bahan untuk sistem penyiraman harus sudah terpasang dan siap pakai sebelum penanaman. Instalasi penyiraman di main nursery sebagai berikut:
1.      Secara manual, air dihisap dari sungai menggunakan pompa air dan dialirkan ke lokasi pembibitan melalui pipa dan selang.
2.      Sprinkler menggunakan pipa induk, pipa utama, dan pipa distribusi.
3.      Setiap sambungan dilengkapi stand pipes yang terpasng berdiri dan ujungnya dilengkapi dengan nozzle yang memancarkan air secara berputar.
4.      Setiap pipa distribusi memiliki 8-9 sprinkler yang berjarak 9-18 meter.
5.      Kebutuhan air sekitar 75 m3 /ha/hari, efisiensi 30-40% dengan pompa air berdaya pancar 45 psi. kekuatan pompa 18-20 horse power untuk 8 hektar pembibitan (Sunarko, 2009).
D.   Penyiapan Polibag
            Polibag yang digunakan sebaiknya berwarna hitam (100% carbon black) dengan panjang 42 cm, lebar 33 cm atau berdiameter 23 cm, dan tebal 0,15 cm. polibag diberi lubang berdiameter 0,5 cm sebanyak dua baris. Jarak antarlubang 7,5 x 7,5 cm. Media tanam bibit menggunakan topsoil  yang memiliki struktur remah atau gembur. Jika terpaksa, gunakan topsoil yang berupa tanah liat. Namun, media tersebut perlu dicampur dengan pasir kasar dengan perbandingan 3:2. Polibag diisi media tanam hingga penuh (sekitar 16 kg), lalu hentakkan tiga kali agar media tanam memadat. Pengisian polibag harus selesai dikerjakan dalam waktu dua minggu sebelum pemindahan dari prenursery (Sunarko, 2009).
E.    Penanaman
            Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus disiram. Bibit dipindahkan dari prenursery setelah berdaun 2-3 helai dan berumur maksimum tiga bulan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang di polibag seukuran dengan diameter babybag. Sayat babybag menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar mudah dilepas dan media tidak sampai terikut. Masukkan bibit beserta  tanahnya ke dalam lubang, lalu atur agar posisinya tegak seperti semula. Tekan tanah disekeliling lubang agar lebih padat merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit melewati leher akar. Bagian atas polibag yang tidak diisi tanah setinggi 2-3 cm. Bagian ini memungkinkan sebagai tempat meletakkan pupuk, air, atau mulsa. Naungan sudah tidak diperlukan lagi di main nursery (Sunarko, 2009).
F.    Penyiraman dan Penyiangan
            Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Permukaan tanah harus ditutup dengan serasa organik (mulsa) untuk menghindari pemadatan permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan mengatur kelembapan tanah pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secara clean weeding, yakni menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma (Sunarko, 2009).
G.   Pemupukan
            Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Di main nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg). Penggunaan pupuk majemuk N-P-K-Mg dan Kieserite dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit di main nursery  (gram/bibit)
Umur  (Minggu Ke-
Pupuk N-P-K-Mg
(15-14-6-4)
Pupuk N-P-K-Mg
(12-12-17-2)
Kieserite
14
2,5


15
2,5


16
5,0


17
5,0


18
7,5


20
7,5


22
10,0


24
10,0


26

10,0

28

10,0
5,0
30

10,0

32

10,0
5,0
34

15,0

36

15,0
7,5
38

15,0

40

15,0
7,5
42

20,0

44

20,0
10,0
46

20,0

48

20,0
10,0
50

25,0

52

25,0
10,0
Sumber : Publikasi PPKS

Berikut ini kebutuhan pupuk untuk satu hektar main nursery dengan jumlah sekitar 11.000 bibit.
1.       Pupuk mejemuk (15-15-6-4) : 50 gram x 11.000 = 550 kg/hektar
2.       Pupuk mejemuk (12-12-17-2)            : 230 gram x 11.000 =2.530 kg/hektar
3.       Pupuk kieserite                       : 55 gram x 11.000 = 605 kg/hektar


H.   Hama dan penyakit
            Pengendalian hama dapat dilakukan  secara manual, yaitu dengan mengambil satu per satu serangga, lalu membunuhnya. Pengendalian lain dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menyemprotkan insektisida Sevin 85 ES dan Tendion yang telah dilarutkan dalam air sesuai dosis yang direkomendasikan di kemasan. Hama lain yang dapat merusak bibit di main nursery adalah babi hutan dan landak. Hama ini aktif menyerang pada malam hari (nocturnal) secara berkelompok dengan memakan umbut atau titik tumbuh bibit. Pencegahannya dengan mengecat pangkal batang bibit menggunakan bahan residu, misalnya oli bekas atau limbah pabrik yang dicampur Zn posfit. Selain itu, bisa menggunakan umpan beracun, seperti pisang, telur, ikan busuk, dan daging babi yang telah tertangkap (Sunarko, 2009).
            Penyakit terkadang muncul diantaranya crown disease dan blast disease. Penyakit yang serius jarang ditemukan saat masa pembibitan. Crown disease adalah penyakit busuk tajuk. Gejalanya ditandai dengan daun muda yang baru muncul mengalami pembusukan. Penyakit ini belum dapat diatasi secara kimiawi. Usaha untuk mengurangi gejalanya dengan mengurangi pemberian pupuk yang mengandung nitrogen, karena tanaman yang kelebihan nitrogen akan rentan terhadap serangan virus. Blast disease merupakan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh serangan jamur Phytium sp. Pemberantasannya sangat sulit. Tindakan yang dapat dilakukan hanya dengan mencabut dan membakar tanaman yang diserang, sehingga tidak menular ke tanaman yang sehat (Sunarko, 2009).
I.         Seleksi
            Seleksi di  main nursery dilakukan dalam empat tahap sebagai berikut :
1.       Setelah bibit dipindahkan dari prenursery.
2.       Setelah bibit berumur 4 bulan.
3.       Setelah bibit berumur 8 bulan.
4.       Saat bibit dipindahkan ke lapangan.

Ciri bibit tidak normal dan harus dibuang sebagai berikut :
1.       Bibit yang memanjang kaku (errectic), tinggi melebihi rata-rata, dan daunnya kaku.
2.       Bibit yang permukaannya rata (flat) dan daun muda lebih pendek.
3.       Bibit yang merunduk (limp).
4.       Bibit yang daunnya tidak membelah (fused leaflet).
5.       Anak daun pendek (short leaflet), sempit, dan selalu menggulung (Sunarko, 2009).
J.     Pengangkutan Bibit
Pengangkutan bibit harus dapat menjamin bibit tidak rusak dan tidak layu karena terkena panas atau angin kencang. Proses pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan main nursery ke lokasi penanaman dapat berjalan efisien melalui pembagian tugas. Pekerjaan berikut ini seharusnya dibebankan kepada tenaga kerja yang terpisah (Sunarko, 2009).
1.       Memuat bibit ke dalam truk
2.       Membongkar dan menurunkan bibit dari truk ke tempat yang telah ditentukan di lapangan
3.       Mengangkut bibit ke ajir tanaman,











III. BAHAN DAN METODE
3.1.  Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktek lapang ini akan dilaksanakan pada akhir bulan Januari hinga  Februari bertempat di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang

3.2.   Materi Jenis Data Praktek Lapang
            Data praktek lapang yang dilakukan pada praktek lapang ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) langsung di lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pimpinan atau dengan karyawan yang bekerja pada Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan instansi terkait dengan sistem pembibitan kelapa sawit di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang.

3.3.   Metode Praktek Lapang
            Metode praktek lapang yang digunakan dalam kegiatan praktek lapang ini adalah metode deskriftif dan kualitatif yaitu mengikuti proses kegiatan sistem pembibitan kelapa sawit di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Kemudian, mendeskripsikan secara kualitatif dalam laporan praktek lapang.

3.4.   Jadwal Kegiatan
            Praktek lapang akan dilaksanakan selama 144 jam kerja dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 2. Jadwal kegiatan praktek lapang

No
Kegiatan
Minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
1
Pengurusan Izin
X
X





2
Pelaksanaan Prakek Lapang


X
X
X
X
X

3
Penulisan Laporan






X
X

            Semua kegiatan praktek lapang yang dilakukan mulai minggu ke-I dan ke-II dalam pengurusan izin, minggu ke-III sampai ke-IV memulai pengisian polibag, pananaman, penyeleksian, perawatan, pemupukan, penyiangan, penyiraman, penyulaman, dan pemindahan dari prenursery ke main nursery  serta pengendalian hama penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit. Pada minggu ke-VII  dilakukan penyeleksian bibit dari main nursery ke lapangan. Jika dalam pelaksanaan di lapangan terjadi perubahan jadwal dalam pelaksanaan praktek lapang, maka kegiatan PKL disesuaikan dengan kondisi yang ada.

















DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, Masra. 2009. Meraup Untung dari Bisnis Waralaba Bibit Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka
Fauzi, 2007. Kelapa Sawit. Jakarta. Penebar Swadaya
Hartono, 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran. http://ditjenbun. Deptan.Go.id, diakseskan tanggal 14 maret 2010
Hartono, 2008. Kondisi Non Migas Unggulan. Jakarta. Agromedia Pustaka
Lubis, Adlin U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guinnensis jacq) di Indonesia. Bandar Kuala . Pusat Penelitian Marihat
Pahan, Iyung. 2008. Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta. Penebar Swadaya
Sastrosayono, 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka
Setyamidjaja, 2007. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Kanisius
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Pengolahan  dan Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka
Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengolahan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem Kemitraan. Jakarta. Agromedia Pustaka