I. PENDAHULUAN
1.1.
Kelapa Sawit
Kelapa
sawit adalah tanaman komoditas utama perkebunan Indonesia, di- karenakan nilai
ekonomi yang tinggi dan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati
terbanyak diantara tanaman penghasil minyak nabati yang lainnya (kedelai,
zaitun, kelapa, dan bunga matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak
nabati sebanyak 6 ton/ha, sedangkan tanaman yang lainnya hanya menghasilkan
minyak nabati sebanyak 4-4,5 ton/ha (Sunarko, 2007).
Para ahli telah membuat satu bagan yang menggambarkan multi guna
kelapa
sawit
dengam membuat “pohon industri kelapa sawit,” berdasarkan bagan industri dari
produk hulu kelapa sawit dapat menghasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut
; 1) Minyak sawit (CPO) yang menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin,
soap stok, dan free fatty acid, ; 2) Inti sawit menghasilkan minyak pati dan
bungkil, ; 3) Tempurung menghasilkan arang dan bahan baku, ; 4) Serat
menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa, ; 5) Tandan kosong digunakan
sebagai sumber selulosa dan pupuk kompos, ; 6) Sludge digunakan sebagai
komponen makanan ternak (Setyamidjaja, 2006).
Menurut
Steqo (2010), benih unggul yang dihasilkan dari tahapan pemuliaan
memiliki
beberapa kelas yaitu: Benih Penjenis (breeder
seed), adalah material pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh
peneliti. Benih ini digunakan sebagai benih dasar, Benih Dasar (foundation seed), adalah hasil turunan
pertama dari benih penjenis. Identitas genetik maupun kemurniannya dijaga baik.
Benih ini merupakan sumber dari semua benih sebar, dan yang teakhir adalah
Benih Sebar, yaitu benih turunan dari benih dasar dan benih pokok yang langsung
digunakan petani untuk dibudidayakan, untuk menghasilkan benih yang
bersertifikat atau benih sebar yang terjamin mutunya, baik genetik maupun
kemurniannya, pemerintah telah menentukan ketentuan pokok Benih sebar varietas
tertentu selanjutnya akan digunakan sebagai bibit.
Prenursery
merupakan tahapan pertama sebelum main
nursery. Pada tahap ini dilakukan dua tahap yaitu seleksi pertama dan
seleksi kedua. Seleksi pertama dilakukan saat tanaman kelapa sawit berumur 2-4
minggu setelah tanam. Tanam seleksi yang kedua dilakukan saat tanaman kelapa
sawit sesaat sebelum dipindahkan ke largebag (Tahap Main Nursery) yaitu pada umur 3-3,5 bulan. Pada tahap ini tanaman
kelapa sawit yang abnormal, mati/rusak saat perngangkutan dan kelainan genetik
harus dimusnahkan.
1.2.
Tujuan Praktek Lapang
Adapun tujuan pelaksanaan Praktek
Lapang ini antara lain:
a. Menggambarkan sistem pembibitan kelapa
sawit prenursery dan main nursery.
b.
Mempelajari
perawatan bibit kelapa sawit.
1.3.
Manfaat Praktek Lapang
Adapun manfaat praktek lapang antara
lain:
a.
Sebagai
pengalaman mengikuti sistem pembibitan kelapa sawit
b.
Mengetahui
jenis kelapa sawit yang mempunyai kualitas tinggi.
c.
Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian dan Peternakan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Botani Kelapa Sawit
2.1.1.
Kecambah
Kelapa
sawit berkembang biak dengan bijji dan akan berkecambah untuk selanjutnya
tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut
: 1) Kulit buah yang licin dan keras (epicarp).
2) Daging buah (mesocarp) terdiri
atas susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak. 3) Kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras
(endocarp). 4) Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung
minyak. 5) Lembaga (embrio). Lembaga
yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah : 1) Arah tegak lurus
ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi
batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2009).
Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter.
Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring
di atas sambungan radikula-hipokotil,
kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa
sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk berubah menjadi organisme yang mampu
memfotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah secara sempurna (Sunarko, 2007).
2.1.2.
Akar
Kelapa
sawit merupakan tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari family Araceae ini memiliki akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang ke
bawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini
akan terus berkembang. Akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan
horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder.
Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar
tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh di seluruh pangkal
batang hingga 50 cm di atas permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar
primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).
Jika
dirawat dengan baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan
meningkatkan produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap
penyakit pangkal batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat
mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan
absorpsi tanaman terhadap unsur hara oleh tanaman melalui akar (Sunarko, 2009 dan
Pahan, 2009).
2.1.3.
Batang dan Daun
Kelapa
sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase
muda (seedling), terjadi pembentukan
batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan terbenam di
dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat
pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar terlepas, meskipun daun
telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih
tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.
Kelapa
sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal
pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua
sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di
tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ujung
pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan
unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron
merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak
cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko,
2009).
2.1.4.
Bunga dan Buah
Kelapa
sawit yang berumur tiga tahun sudah
mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar
dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan terbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang
(croos pollination). Artinya, bunga
betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya
dengan perantaraan angin dan serangga penyerbuk (Sunarko,
2009).
Perbandingan
bunga betina dan bunga jantan sangat dipengaruhi oleh pupuk dan air. Jika
tanaman kekurangan pupuk atau kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak
keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia
dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan
pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga
(primordial) telah terbentuk dua
tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga
tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko,
2009).
Buah
muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning.
Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens). Sementara itu, buah matang
berwarna merah kuning (oranye).
Selanjutnya, buah matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini
menandakan bahwa kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya perintah panen
diberikan berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1-2 buah per kg tandan (Sunarko, 2007).
2.2.
Jenis Kelapa Sawit
Berdasarkan
ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa
jenis sebagai berikut : ) Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah
tipis, dan rendemen minyak 15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis
(2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%, 3) Pesifera, memiliki
cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi
23-25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak
yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).
2.3. Klasifikasi Kelapa
Sawit
Menurut Pahan (2009), Kelapa sawit
diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Embryophita
Siphonagama, Kelas: Angiospermae, Ordo:
Monocotyledonae, Famili: Arecaceae, Subfamily: Cocoideae, Genus: Elaesis, Species: 1. E.guineensis
Jacq, 2. E.oleifera, 3. E.odora. (Pahan, 2009)
2.4. Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan
dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu tahap berarti
kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polibag besar atau langsung di
pembibitan utama (main nursery).
Pebibitan dua tahap artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (prenursery) terlebih dahulu menggunakan
polibag kecil serta naungan, kemudian dipindahkan ke main nursery ketika berumur
3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar (Dalimunthe, 2009).
Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan
memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap.
Jika menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil
dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi
mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran
matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika menggunakan pembibitan satu tahap (langsung
menggunakan polibag besar), luas areal yang dibutuhkan cukup besar dan
penggunaan naungan tidak efektif. Selain itu, proses penyiraman dan pengawasan
menjadi lebih sulit karena tidak semua tanaman dapat dipantau (Dalimunthe,
2009).
2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)
Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam dan
dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan
selama 2-3 bulan, sedangkan pembibitan main
nursery selama 10-12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12-14 bulan (3
bulan di prenursery dan 9-11 bulan di
main nursery) (Sunarko, 2009).
A.
Persyaratan
Lokasi
Lokasi untuk pembibitan awal
sebaiknya datar atau kemiringan tanah 30 sehingga pembuatan bedengan
prenursery nantinya akan rata. Bagian
atas bedengan sebaiknya memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar prenursery untuk mencegah hewan
pengganggu masuk dan merusak pembibitan. Lokasi sebaiknya dekat dengan sumber
air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak mengandung kapur (pH netral).
Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil
yang cukup untuk mengisi babybag (polibag
kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan yang mudah
dijangkau (Fauzi, 2007).
B.
Pemesanan
Kecambah
Seleksi
dilakukan dengan memilih penggunaan kecambah yang baik dan dapat mencukupi
kebutuhan. Satu hektar lahan tanaman dengan populasi 143 pohon membutuhkan
kecambah 220 biji dengan asumsi kecambah yang mati dan abnormal sekitar 25% untuk kebutuhan penyulaman sekitar 10%. Waktu
pemesanan kecambah diatur agar kecambah sudah tertanam di babybag prenursery 13-14
bulan sebelum penanaman di lapangan (Steko, 2010).
Polibag kecil
yang digunakan sebaiknya berwarna hitam, jika terpaksa bisa menggunakan polibag
kecil berwarna putih. Polibag berukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal
0,14 cm. Selain itu, bisa juga menggunakan babybag
hitam dengan ukuran14 x 22 x 0,07 cm (200 lembar/kg) media tanam yang
digunakan berupa campuran topsoil dan
kompos dengan perbandingan 6:1 atau campuran pasir, pupuk kandang, dan topsoil dengan komposisi 1:1:3. Bedengan pembibitan prenursery dibuat dengan panjang 10 meter dan lebar 1,2 meter.
Tinggi bedengan berkisar 0,1-0,15 meter dengan jarak antar bedengan 0,8 meter.
Satu petak prenursery tanki siram
1.000 liter dapat mencukupi penyiraman 700-800 babybag kecambah (Subiantoro, 2003).
C.
Penanaman Kecambah
Letakkan kecambah di tempat yang
teduh, kemudian segera tanam ke dalam baybag.
Kecambah hanya dapat bertahan 3-5 hari di tempat penghasil kecambah. Dua hari
menjelang penanaman kecambah, media tanam yang berada di dalam babybag harus disiram setiap pagi.
Gemburkan permukaan media dengan jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian
buat lubang untuk meletakkan kecambah. Masukkan kecambah sedalam 1,5-2 cm di
bawah permukaan tanah, lalu ratakan kembali hingga menutup kecambah tersebut.
Bagian bakal akar (radikula) yang
berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus mengarah ke bawah dan
bakal daun (plumula) yang bentuknya
agak tajam dan berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro, 2003).
D.
Naungan
Naungan atau pelindung bisa berupa pohon hidup atau
naungan buatan yang terbuat dari daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua
meter (depan belakang sama) dan jarak antar tiang tiga meter. Naungan
dipertahankan hingga kecambah berdaun 2-3 helai. Setelah itu, naungan
berangsur-angsur dikurangi dari arah timur agar sinar matahari pagi bisa lebih
banyak masuk ke bedengan. Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan
jangan semapai terlambat karena dapat mengahambat pertumbuhan tanaman.
Sebaliknya, jika pengurangan terlalu cepat maka akan menyebabkan tanaman
stress. Pengurangan naungan dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu (Sunarko, 2009).
E.
Penyiraman dan
penyiangan
Penyiraman dilakukan setiap hari
secara teratur, yakni pada pagi hari saat pukul 06.00-10.30 dan sore hari
dimulai pukul 15.00. Volume air yang disiramkan sekitar 0,25-0,5 liter per
bibit. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang tumbuh di babybag menggunakan tangan. Penyiangan
sebaiknya dilaksanakan dua minggu sekali. Rumput dikumpulkan di antara bedengan
agar kering terkena sinar matahari (Sunarko,
2009).
F. Pemupukan
Selama
tiga bulan di prenursery biasanya
bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala
seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupk N dalam bentuk
cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per
liter air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara
disemprot pada bibit berumur lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga
helai daun. Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu sekali (Sunarko, 2009).
G. Proteksi dan Seleksi
Serangan hama dan penyakit selama
di prenursery biasanya belum ada. Jika ada, dapat diberantas
dengan diambil menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang
berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida yang banyak
dijual di pasaran, seperti Dithane, Sevin, dan Anthio dengan dosis sesuai yang
dianjurkan (Sunarko, 2009).
Seleksi dilakukan sebelum bibit
dipindahkan ke main nursery. Seleksi bibit di prenursery bertujuan untuk mencari bibit yang menyimpang. Bibit
menyimpang dapat diakibatkan oleh faktor genetis, kerusakan mekanis, serangan
hama dan penyakit, serta kesalahan kultur teknis. Saat berumur tiga bulan,
bibit kelapa sawit yang normal biasanya berdaun 3-4 helai dan telah sempurna
bentuknya. Pengurangan bibit sejak kecambah diterima hingga dipindahkan ke main nursery dapat mencapai 12% atau
lebih. Bibit yang mati terlebih dahulu harus dikeluarkan, kemudian bibit yang
tidak normal harus dimusnahkan. Ciri bibit kelapa sawit tidak normal sebagai
berikut.
1. Anak
daun sempit dan memanjang seperti daun lalang (narrow leaves)
2. Anak
daunnya bergulung kearah longitudinal (rolled
leaves)
3. Pertumbuhan
bibit memanjang (erreted), terputar (twisted shoot), tumbuh kerdil, lemah,
dan lambat (insufficient growth, dwarfish)
4. Daunnya
kusut (crinkled), anak daun tidak
mengembang, membulat, dan menguncup (collante)
5. Rusak
karena serangan penyakit tajuk (crown
disease)
Pertumbuhan bibit yang tidak normal
juga terjadi karena kesalahan kultur teknis. Berikut beberapa kesalahan teknis
penanaman yang menyebabkan bibit tumbuh abnormal (Sunarko,
2009).
1. Penanaman
kecambah terbalik, bakal daun ditanam ke arah bawah.
2. Kecambah
ditanam terlalu dalam sehingga pertumbuhan terlambat atau terlalu dangkal
sehingga akar menggantung.
3. Tanah
mengandung bebatuan (tidak disaring), sehingga menggangu akar
4. Tanah
terlalu basah, karena air tidak terbuang dari kantong plastik atau penyiraman
tidak sempurna (terlalu keras dan banyak atau terlalu sedikit).
H.
Pengangkutan Bibit
Pengangkutan atau pengiriman bibit
dari dari prenursery ke main nursery dengan memasukkan babybag ke dalam peti kayu berukuran
66,5 x 42 x 27,5 cm. Setiap peti kayu dapat memuat 35 bibit. Pengangkutan harus
berhati-hati dan bibit harus segera ditanam di main nursery (Sunarko,
2009).
2.4.2. Main
Nursery
A.
Penentuan Lokasi
Lokasi sebaiknya dekat atau berada di pinggir jalan
besar, agar pengangkutan bibit dan pengawasannya lebih mudah. Lokasi harus
bebas genangan atau banjir dan dekat dengan sumber air untuk penyiraman. Debit
dan mutu air yang tersedia harus baik. Areal pembibitan sebisa mungkin rata
atau memiliki kemiringan maksimum 5%, tempat terbuka atau tanah lapang dan
lapisan tahah topsoil cukup tebal. Letak lokasi main nursery dekat dengan
area yang ditanam dan harus jauh dari sumber hama dan penyakit (Sunarko, 2009).
B.
Luas,
Lay Out, dan Pancang
Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50-60 hektar
lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat berat, sekaligus untuk
mengambil topsoil, tentukan dan buat
jaringan jalan, parit, dan saluran pembuangan air (drainase). Buat lay out petak
atau bedengan memanjang dengan arah timur ke barat. Ukuran panjang dam lebarnya
disesuaikan dengan kondisi lapangan dan
jaringan irigasinya (Sunarko,
2009).
C. Jaringan
Irigasi
Jaringan irigasi diperlukan sebagai
sarana pengairan untuk menyiram bibit di main
nursery. Alat dan bahan untuk sistem penyiraman harus sudah terpasang dan
siap pakai sebelum penanaman. Instalasi penyiraman di main nursery sebagai
berikut:
1. Secara
manual, air dihisap dari sungai menggunakan pompa air dan dialirkan ke lokasi
pembibitan melalui pipa dan selang.
2. Sprinkler menggunakan
pipa induk, pipa utama, dan pipa distribusi.
3. Setiap
sambungan dilengkapi stand pipes yang
terpasng berdiri dan ujungnya dilengkapi dengan nozzle yang memancarkan air secara berputar.
4. Setiap
pipa distribusi memiliki 8-9 sprinkler yang
berjarak 9-18 meter.
5. Kebutuhan
air sekitar 75 m3 /ha/hari, efisiensi 30-40% dengan pompa air
berdaya pancar 45 psi. kekuatan pompa 18-20 horse
power untuk 8 hektar pembibitan (Sunarko,
2009).
D.
Penyiapan Polibag
Polibag yang digunakan sebaiknya berwarna hitam (100% carbon black) dengan panjang 42 cm,
lebar 33 cm atau berdiameter 23 cm, dan tebal 0,15 cm. polibag diberi lubang
berdiameter 0,5 cm sebanyak dua baris. Jarak antarlubang 7,5 x 7,5 cm. Media
tanam bibit menggunakan topsoil yang memiliki struktur remah atau gembur.
Jika terpaksa, gunakan topsoil yang
berupa tanah liat. Namun, media tersebut perlu dicampur dengan pasir kasar
dengan perbandingan 3:2. Polibag diisi media tanam hingga penuh (sekitar 16
kg), lalu hentakkan tiga kali agar media tanam memadat. Pengisian polibag harus
selesai dikerjakan dalam waktu dua minggu sebelum pemindahan dari prenursery (Sunarko,
2009).
E. Penanaman
Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus
disiram. Bibit dipindahkan dari prenursery
setelah berdaun 2-3 helai dan berumur maksimum tiga bulan. Penanaman
dilakukan dengan cara membuat lubang di polibag seukuran dengan diameter babybag. Sayat babybag menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar
mudah dilepas dan media tidak sampai terikut. Masukkan bibit beserta tanahnya ke dalam lubang, lalu atur agar
posisinya tegak seperti semula. Tekan tanah disekeliling lubang agar lebih
padat merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit melewati leher
akar. Bagian atas polibag yang tidak diisi tanah setinggi 2-3 cm. Bagian ini
memungkinkan sebagai tempat meletakkan pupuk, air, atau mulsa. Naungan sudah
tidak diperlukan lagi di main nursery (Sunarko, 2009).
F. Penyiraman dan Penyiangan
Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan
jumlah yang cukup. Jika musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada
pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari.
Permukaan tanah harus ditutup dengan serasa organik (mulsa) untuk menghindari
pemadatan permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan mengatur kelembapan
tanah pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang
tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan
sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secara clean weeding, yakni menggunakan garuk.
Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma (Sunarko, 2009).
G.
Pemupukan
Dosis dan jadwal pemupukan sangat
tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Di main nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk
N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk
yang mengandung unsur Ca dan Mg). Penggunaan pupuk majemuk N-P-K-Mg dan
Kieserite dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel
1. Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit di main nursery (gram/bibit)
Umur (Minggu Ke-
|
Pupuk N-P-K-Mg
(15-14-6-4)
|
Pupuk N-P-K-Mg
(12-12-17-2)
|
Kieserite
|
14
|
2,5
|
|
|
15
|
2,5
|
|
|
16
|
5,0
|
|
|
17
|
5,0
|
|
|
18
|
7,5
|
|
|
20
|
7,5
|
|
|
22
|
10,0
|
|
|
24
|
10,0
|
|
|
26
|
|
10,0
|
|
28
|
|
10,0
|
5,0
|
30
|
|
10,0
|
|
32
|
|
10,0
|
5,0
|
34
|
|
15,0
|
|
36
|
|
15,0
|
7,5
|
38
|
|
15,0
|
|
40
|
|
15,0
|
7,5
|
42
|
|
20,0
|
|
44
|
|
20,0
|
10,0
|
46
|
|
20,0
|
|
48
|
|
20,0
|
10,0
|
50
|
|
25,0
|
|
52
|
|
25,0
|
10,0
|
Sumber
: Publikasi PPKS
Berikut
ini kebutuhan pupuk untuk satu hektar main
nursery dengan jumlah sekitar 11.000 bibit.
1. Pupuk mejemuk (15-15-6-4) : 50 gram x 11.000 = 550 kg/hektar
2. Pupuk mejemuk (12-12-17-2) : 230 gram x 11.000 =2.530 kg/hektar
3. Pupuk kieserite : 55 gram x 11.000 = 605 kg/hektar
H.
Hama dan penyakit
Pengendalian hama dapat
dilakukan secara manual, yaitu dengan
mengambil satu per satu serangga, lalu membunuhnya. Pengendalian lain dapat
dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menyemprotkan insektisida Sevin 85 ES
dan Tendion yang telah dilarutkan dalam air sesuai dosis yang direkomendasikan
di kemasan. Hama lain yang dapat merusak bibit di main nursery adalah babi hutan dan landak. Hama ini aktif menyerang
pada malam hari (nocturnal) secara berkelompok dengan memakan umbut atau titik
tumbuh bibit. Pencegahannya dengan mengecat pangkal batang bibit menggunakan
bahan residu, misalnya oli bekas atau limbah pabrik yang dicampur Zn posfit.
Selain itu, bisa menggunakan umpan beracun, seperti pisang, telur, ikan busuk,
dan daging babi yang telah tertangkap (Sunarko,
2009).
Penyakit terkadang muncul
diantaranya crown disease dan blast disease. Penyakit yang serius
jarang ditemukan saat masa pembibitan. Crown
disease adalah penyakit busuk tajuk. Gejalanya ditandai dengan daun muda
yang baru muncul mengalami pembusukan. Penyakit ini belum dapat diatasi secara
kimiawi. Usaha untuk mengurangi gejalanya dengan mengurangi pemberian pupuk
yang mengandung nitrogen, karena tanaman yang kelebihan nitrogen akan rentan
terhadap serangan virus. Blast disease merupakan
penyakit busuk akar yang disebabkan oleh serangan jamur Phytium sp. Pemberantasannya sangat sulit. Tindakan yang dapat
dilakukan hanya dengan mencabut dan membakar tanaman yang diserang, sehingga
tidak menular ke tanaman yang sehat (Sunarko,
2009).
I.
Seleksi
Seleksi di main
nursery dilakukan dalam empat tahap sebagai berikut :
1. Setelah bibit dipindahkan dari prenursery.
2. Setelah bibit berumur 4 bulan.
3. Setelah bibit berumur 8 bulan.
4. Saat bibit dipindahkan ke lapangan.
Ciri bibit tidak normal
dan harus dibuang sebagai berikut :
1. Bibit yang memanjang kaku (errectic), tinggi melebihi rata-rata,
dan daunnya kaku.
2. Bibit yang permukaannya rata (flat) dan daun muda lebih pendek.
3. Bibit yang merunduk (limp).
4. Bibit yang daunnya tidak membelah (fused leaflet).
5. Anak daun pendek (short leaflet), sempit, dan selalu menggulung (Sunarko, 2009).
J. Pengangkutan Bibit
Pengangkutan
bibit harus dapat menjamin bibit tidak rusak dan tidak layu karena terkena
panas atau angin kencang. Proses pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan main nursery ke lokasi penanaman dapat
berjalan efisien melalui pembagian tugas. Pekerjaan berikut ini seharusnya
dibebankan kepada tenaga kerja yang terpisah (Sunarko,
2009).
1. Memuat bibit ke dalam truk
2. Membongkar dan menurunkan bibit dari truk ke
tempat yang telah ditentukan di lapangan
3. Mengangkut bibit ke ajir tanaman,
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Tempat
dan Waktu
Pelaksanaan
praktek lapang ini akan dilaksanakan pada akhir bulan Januari hinga Februari bertempat di Dinas Perkebunan Kelapa
Sawit Kec. Kubang
3.2. Materi Jenis Data Praktek Lapang
Data praktek lapang
yang dilakukan pada praktek lapang ini terdiri atas dua jenis, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi)
langsung di lapangan dan melalui wawancara langsung dengan pimpinan atau dengan
karyawan yang bekerja pada Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Data
sekunder diperoleh melalui laporan-laporan instansi terkait dengan sistem
pembibitan kelapa sawit di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang.
3.3.
Metode Praktek Lapang
Metode
praktek lapang yang digunakan dalam kegiatan praktek lapang ini adalah metode
deskriftif dan kualitatif yaitu mengikuti proses kegiatan sistem pembibitan
kelapa sawit di Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kec. Kubang. Kemudian,
mendeskripsikan secara kualitatif dalam laporan praktek lapang.
3.4.
Jadwal Kegiatan
Praktek
lapang akan dilaksanakan selama 144 jam kerja dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 2. Jadwal kegiatan praktek lapang
No
|
Kegiatan
|
Minggu
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
||
1
|
Pengurusan Izin
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Pelaksanaan Prakek Lapang
|
|
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
3
|
Penulisan Laporan
|
|
|
|
|
|
|
X
|
X
|
Semua
kegiatan praktek lapang yang dilakukan mulai minggu ke-I dan ke-II dalam
pengurusan izin, minggu ke-III sampai ke-IV memulai pengisian polibag,
pananaman, penyeleksian, perawatan, pemupukan, penyiangan, penyiraman,
penyulaman, dan pemindahan dari prenursery
ke main nursery serta pengendalian hama penyakit yang
menyerang tanaman kelapa sawit. Pada minggu ke-VII dilakukan penyeleksian bibit dari main nursery ke lapangan. Jika dalam
pelaksanaan di lapangan terjadi perubahan jadwal dalam pelaksanaan praktek
lapang, maka kegiatan PKL disesuaikan dengan kondisi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimunthe, Masra.
2009. Meraup Untung dari Bisnis Waralaba
Bibit Kelapa Sawit. Jakarta. Agromedia Pustaka
Fauzi, 2007. Kelapa Sawit. Jakarta. Penebar Swadaya
Hartono, 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah
Analisa Usaha dan Pemasaran. http://ditjenbun.
Deptan.Go.id, diakseskan tanggal 14 maret 2010
Hartono, 2008. Kondisi Non Migas Unggulan. Jakarta.
Agromedia Pustaka
Lubis, Adlin U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guinnensis jacq) di Indonesia. Bandar Kuala . Pusat
Penelitian Marihat
Pahan, Iyung. 2008. Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir.
Jakarta. Penebar Swadaya
Sastrosayono, 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta.
Agromedia Pustaka
Setyamidjaja, 2007. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Kanisius
Subiantoro, 2009. http://andreysubiantoro.viviti.com/entries/sda/petunjuk-praktis-kelapa
sawit-2.31 maret 2010. jam 01.45
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Pengolahan dan Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta.
Agromedia Pustaka
Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengolahan Kebun Kelapa Sawit
Dengan Sistem Kemitraan. Jakarta. Agromedia Pustaka